Pagi itu, ketika matahari baru saja muncul di ufuk timur, aku berada di gerbang pondok pesantren. Hari ini adalah hari pertama aku mengantar adikku, Anisa, untuk belajar di pesantren. Aku memang bukan santri, namun rasa ingin tahu dan pengalaman baru membuatku antusias mengunjungi tempat ini.
Perkenalan Tak Terduga
Sesampainya di gerbang, aku melihat kerumunan santri yang sedang bercakap-cakap, tertawa, dan ada juga yang sedang membawa kitab kuning. Di antara mereka, pandanganku terpaku pada seorang santri yang tengah berjalan dengan tenang, mengenakan sarung dan baju koko berwarna putih. Wajahnya bersih, matanya teduh, dan senyum ramahnya membuatku merasa hangat.
Ketika aku asyik mengamati santri itu, tiba-tiba Anisa menarik tanganku. “Kak, ayo masuk! Kita harus segera mendaftar. “Aku tersenyum dan mengangguk. “Ayo, Anisa. Kita harus segera mengurus pendaftaranmu. “Kami berjalan memasuki area pesantren. Di tengah perjalanan, aku tak sengaja menabrak seseorang. Ternyata, dia adalah santri yang tadi kulihat.
“Maaf, saya tidak sengaja,” ucapku dengan sedikit gugup. Santri itu tersenyum. “Tidak apa-apa. Nama saya Ali, saya santri di sini. Anda baru pertama kali datang ke pesantren ini? “Aku mengangguk. “Iya, saya mengantar adik saya, Anisa, untuk belajar di sini. Nama saya Mutiara.
“Ali tersenyum dan mengulurkan tangan. “Selamat datang di pondok pesantren kami, Anisa. Semoga betah dan dapat belajar dengan baik di sini. “Anisa tersipu malu. “Terima kasih, Kak Ali.” Atas Sambutan Hangatnya, Aku merasa lega melihat sambutan dari Ali.
Kami pun melanjutkan langkah menuju ruang pendaftaran. Setelah mengurus segala keperluan administrasi, aku memutuskan untuk berkeliling pesantren sebentar sebelum pulang. Aku melihat Ali sedang duduk di bawah pohon, membaca sebuah kitab. Keberanian mengalahkan rasa malu, aku pun mendekatinya. “Hai, Ali. Boleh ikut duduk di sini?” tanyaku.
Ali mengangkat wajahnya dan tersenyum. “Tentu, silakan duduk. “Aku duduk di sebelahnya, merasakan angin sejuk yang berhembus. “Kamu sering membaca kitab di sini?” “Ya, ini tempat favoritku. Tempat ini tenang dan nyaman untuk membaca,” jawab Ali.
Percakapan di Bawah Pohon
Aku terdiam sejenak, lalu bertanya, “Ali, apa yang membuat kamu memutuskan menjadi santri? “Ali tersenyum. “Aku ingin mendalami ilmu agama dan menjadi pribadi yang lebih baik. Di sini, aku belajar banyak tentang kehidupan dan bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. “Aku terkesan dengan jawabannya. “Kamu tahu, aku selalu berpikir pesantren hanya tentang belajar agama. Tapi sekarang aku melihat lebih dari itu.
“Ali mengangguk. “Benar, pesantren mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang berakhlak mulia dan peduli pada orang lain. Ilmu agama dan pengetahuan umum berjalan seiring di sini.”
Pandangan yang Berubah
Kami berbincang cukup lama, hingga matahari mulai terbenam. Aku merasa semakin nyaman berada di dekat Ali. Pandangan pertamaku tentang santri berubah total. Aku melihat sosok yang ramah, cerdas, dan penuh dedikasi. Saatnya untuk pulang, aku berpamitan pada Ali.
“Ali, terima kasih sudah meluangkan waktu berbicara dengan saya. Semoga kita bisa bertemu lagi. “Ali tersenyum dan mengangguk. “Tentu, senang bisa berkenalan denganmu. Jaga diri. “Aku pun berjalan menuju gerbang pesantren dengan perasaan yang berbeda.
Pengalaman hari ini mengubah pandanganku tentang pesantren dan santri. Ali telah membuka mataku tentang nilai-nilai kebajikan yang mereka pelajari di sini.
Tamat.